Menauladani Semangat Pahlawan Bangsa
Oleh : M. Fadeli
Refleksi hari Pahlawan 10 Nopember diberbagai kesempatan di tanah air dimaksudkan agar generasi muda tidak melupakan jasa-jasa para pahlawan. Walaupun kita yakin para pahlawan tidak ingin semata perjuangannya kemudian dihargai dalam bentuk-bentuk simbolik gelar pahlawan, monumen-monumen dan lain sebagainya. Bentuk penghargaan yang lebih substantif, esensial adalah meneruskan perjuangannya dalam membela kepentingan orang bannyak, mendedikasikan potensi dirinya untuk bangsa dan negara.
Dewasa ini telah banyak terjadi distorsi makna kepahlawanan, sosok pahlawan digambarkan dalam buku-buku sejarah sebagai sosok pembela kebenaran, pejuang kepentingan rakyat. Jiwa raga menjadi taruhan dengan latar belakang tanpa pamrih, andaikan ada pamrih pasti pamrih atas kepentingan di jalan Tuhan, dalam bahasa agama disebut lillahitaala. Semangat kepahlawanan disimbolkan dengan perjuangan arek-arek Suroboyo kala itu. Telah menjadi catatan sejarah, sedemikian heroiknya arek-arek Suroboyo membela harkat martabat bangsanya.
Akan tetapi kini makna kepahlawanan banyak terkikis oleh kepengtingan bersifat pragmatis, hedonis. banyak kita saksikan tayangan berbagai media massa di beberapa entitas pelajar, menjadi pahlawan dengan berjuang membela teman di sekolahnya, meskipun harus beradu fisik alias tawuran. Dalam komunitas yang lain, pahlawan adalah mereka yang siap bertarung dengan rekan sekampus lainnya demi gengsi fakultas. Atau bisa jadi, pahlawan adalah mereka yang hidup layak berkecukupan, meskipun untuk menggapainya tak segan sikut kanan maupun kiri, korupsi sana, korupsi sini. Atau mereka yang berjuang demi rakyat (katanya) padahal tidak lebih untuk kepentingan partainya, kelompoknya dan lain sebagainya.
Semangat perjuangan arek-arek suroboyo melawan penjajah tidak mampu menginspirasi warga kota ini. Semangat kepedulian sosial terhadap sesama semakin luntur, bahkan memasang bendera disaat hari Pahlawan saja sudah jarang. Fakta ini menunjukkan semangat dan nilai-nilai kepahlawanan telah menjadi barang mahal dalam keseharian kita. Secara ekstrim bisa dikatakan hampir tidak menemukan sosok pahlawan di era modern.
Para pahlawan kusuma bangsa telah gugur atau sudah udzur akan tetapi semangantanya tidak boleh gugur maupun udzur. Kusunya ketauladanan dari para pemimpin bangsa sulit untuk dihadirkan dalam sebuah kehidupan nyata. Ketauladanan pahlawan hanya sebatas dalam dunia abstrak di buku-buku sejarah. Para pemimpin hanya pandai mencontohkan perjuangan meraih dan melanggengkan kekuasaannya sendiri. Sedangkan kita sebagai rakyat, tidak mampu menjadi inisiator keteladanan tersebut. Kondisi paradoks juga tergambar jelas kondisi para pejuang pahlawan kemerdekaan maupun para janda pahlawan yang jauh dari hidup layak. Para veteran maupun janda veteran yang berjuang di garis depan kini banyak tereliminasi oleh kemerdekaan yang perjuangannya.
Kita yakin bahwa para pahlawan yang mendahului kita tidak berharap dihargai atau dijuluki sebagai pahlawan. Sebab para pahlawan yang berjuang baik di medan perang maupun medan politik berjuang dengan setulus hati tanpa mengharapkan imbalan. Sebagai generasi penerus memang wajar jika kemudian pemerintah memberikan gelar pahlawan sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasanya terhadap Republik ini. Kini yang terpenting adalah bagaimana bangsa ini menauladani pengorbanan para pahlawan itu. Tidak sekadar secara simbolik menganugerahi pahlawan sebab yang terpenting adalah meneruskan semangat perjuangannya.
Ketidakmampuan bangsa ini mewarisi jiwa semangat kepahlawanan berarti bencana telah menanti. Berbahaya jika suatu bangsa telah terkikis nilai-nilai, semangat kepahlawanan, nasionalisme dan pengorbanannya. Adalah indikasi bangsa ini semakin kehilangan jati dirinya berupa kesetiakawanan sosial, cenderung egois dan individualis seperti yang banyak dicontohkan kehidupan orang-orang barat.
Sosok pahlawan tidak lahir begitu saja akan tetapi melalui seleksi alam dijamannya. Seseorang akan menjadi pahlawan jika telah melakukan perubahan, atau setidaknya membantu terwujudnya perubahan ke arah yang lebih baik. Ciri-ciri jiwa kepahlawanan adalah memiliki jiwa patriot dan nasionalisme yang tinggi. Patriotisme adalah dalam pengertian sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga.
Secara umum kita memang sedang menghadapi persoalan cukup serius terutama kepedulian generasi muda terhadap bela Negara, sikap cinta tanah air atau nasionalisme. Sejalan dengan arus modernisasi, globalisasi berdampak pada sikap permisive, hedonis, pragmatis melanda kalangan generasi muda. Kekayaan budaya lokal terpasung oleh arus budaya asing yang dibawa media massa. Hal ini didukung tayangan televisi seakan menggambarkan kehidupan yang mapan damai sejahtera yang justru meninabobokan.
Berbicara mengenai sikap patriotisme yang dijiawi semangat kepahlawanan tidak lepas dari peran pendidikan sebagai agen of change, dimana melalui proses pembelajaran tertanam nilai-nilai nasionalisme, kebangsaan cinta tanah air. Namun masalahnya adalah pendidikan saat ini menuai berbagai kritik tajam karena ketidakmampuannya dalam menanggulangi berbagai isu penting dalam kehidupan masyarakat. Banyak masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan berbangsa bernegara tidak dapat terpecahkan karena disebabkan tidak adanya dealektika antara proses pembelajaran dengan problem sosial. Bahkan yang agak ekstrim pendidikan kita bagai menara gading yang tidak sejalan fenomena sosial lingkungannya.